Hukuman Terhadap Ahli Bid’ah
Penulis: Lamudduril Mantsur minal Qaulil Ma'tsur
Manhaj, 30 Maret 2004, 09:29:43
BAB 20
Hukuman Terhadap Ahli Bid’ah
193. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan :
“Dan wajib dikenakan hukuman terhadap orang-orang yang menisbatkan
dirinya kepada ahli bid’ah, membela dan memuji mereka atau menyanjung
dan mengagungkan tulisan-tulisan mereka atau mengemukakan alasan bahwa
ucapan (bid’ah) ini tidak dapat difahami apa maksudnya? Atau
mempertanyakan benarkah mereka yang menulis kitab ini? Dan
alasan-alasan yang seperti ini yang sesungguhnya tidak akan diucapkan
kecuali oleh orang yang jahil atau munafiq. Bahkan wajib pula dihukum
setiap orang yang sudah mengetahui keadaan mereka tetapi tidak membantu
menegakkan hukuman itu terhadap mereka (ahli bid’ah) itu maka
sesungguhnya menegakkan hukuman terhadap orang-orang yang seperti ini
merupakan kewajiban yang sangat agung. Karena mereka merusak akal dan
agama seluruh makhluk dari kalangan masyayikh, para ulama, raja-raja
dan para pemimpin bahkan menyebarluaskan kerusakan di muka bumi ini dan
menghalangi manusia dari jalan Allah.” (Majmu’ Fatawa 2/132)
194. Syaikh Bakr Abu Zaid mengomentari ucapan beliau dengan mengatakan :
“Semoga Allah merahmati Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan memberinya
minum dari mata air Jannah Salsabil (Amiin). Sesungguhnya ucapan beliau
ini benar-benar berada pada puncak ketelitian dan urgensi (kepentingan)
yang sangat tinggi dan ini meskipun ditujukan khusus untuk menghadapi
orang-orang sesat dari kalangan Al Ittihadiyyah (paham manunggaling
kawulo gusti) namun ternyata berlaku juga terhadap seluruh firqah
sempalan (dahulu dan sekarang). Maka siapa pun yang mendukung tindakan
ahli bid’ah, menghormatinya dan memuliakan karya-karya mereka dan
menyebarkannya di tengah-tengah kaum Muslimin dan membanggakannya serta
ikut menyiarkan bid’ah dan kesesatan yang ada di dalamnya dan tidak
membongkar cacat dan (tidak pula menjelaskan) penyimpangan aqidah yang
terdapat di dalamnya (jika ia melakukan hal ini) berarti ia meremehkan
perintah ini. Wajib dihentikan kejahatannya itu agar tidak menimpa
(menular) kepada kaum Muslimin.
Dan kita pun telah diuji pada masa ini dengan (didatangkannya)
orang-orang yang berjalan di atas metode ini yakni mereka memuliakan
ahli bid’ah (mubtadi’) menyebarkan ucapan-ucapan mereka tanpa memberi
peringatan atas kekeliruan para mubtadi’ tersebut juga kesesatan jalan
yang dilaluinya. (Bahkan di antara mereka ada yang menganggap ahli
bid’ah dan pekerjaan-pekerjaan mereka mengandung kebaikan dan layak
untuk dibaca dan diperhatikan, pent.). Oleh sebab itu peringatkanlah
untuk menjauhi para pimpinan kebodohan pelaku bid’ah (mubtadi’) ini.
Dan kita berlindung kepada Allah dari kehinaan dan orang-orangnya.”
(Hijrul Mubtadi’ 48-49)
195. Rafi’ bin Asyras berkata :
“Hukuman orang fasiq yang (juga) mubtadi’ adalah jangan menyebut kebaikan-kebaikannya.” (Syarh Ilal At Tirmidzy 1/353)
196. Asy Syathibi berkata :
“Maka sesungguhnya golongan yang selamat --Ahlussunnah-- mereka
diperintah untuk menunjukkan permusuhan terhadap ahli bid’ah, menjauhi
mereka, dan menjatuhkan sanksi terhadap orang-orang yang bergabung
dengan ahli bid’ah dengan hukuman mati atau yang lebih rendah dari itu.
Sesungguhnya para ulama telah memperingatkan ummat agar jangan berteman
dan duduk dengan mereka karena hal itu merupakan sebab timbulnya
permusuhan dan kebencian. Akan tetapi tindakan demikian hanya berlaku
terhadap mereka yang menjadi sebab seseorang keluar dari Al Jamaah
dengan bid’ahnya dan tidak mengikuti jalan kaum Mukminin bukan karena
permusuhan secara mutlak (umum). Bagaimana tidak? Kita diperintah untuk
memusuhi mereka dan sebaliknya mereka diperintah untuk loyal (setia dan
tunduk) kepada kita dan kembali kepada Al Jamaah?!” (Al I’tisham
158-159)
197. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata :
“Adapun dai yang mengajak ummat menuju bid’ah sangat pantas (berhak)
mendapat sanksi berdasarkan kesepakatan kaum Muslimin dan sanksi itu
dapat berupa hukuman bunuh (diperangi) dan terkadang dapat pula dengan
selain itu. Dan apabila dengan pertimbangan tertentu seorang mubtadi’
belum pantas diberi sanksi atau tidak mungkin mendapat hukuman maka
--mau tidak mau-- haruslah dijelaskan kepada ummat kebida’ahannya dan
mengingatkan mereka agar menjauhinya karena hal ini termasuk dalam
perbuatan amar ma’ruf nahy munkar yang diperintahkan oleh Allah dan
Rasul-Nya.” (Majmu’ Fatawa 35/414)
(Sumber : Kilauan Mutiara Hikmah Dari Nasihat Salaful Ummah, terjemah
dari kitab Lamudduril Mantsur minal Qaulil Ma'tsur, karya Syaikh Abu
Abdillah Jamal bin Furaihan Al Haritsi. Diterjemahkan oleh Ustadz Idral
Harits, Pengantar Ustadz Muhammad Umar As Sewwed. Diambil dari
www.assunnah.cjb.net.)