Mengikuti Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan Menjauhi Bid’ah
Penulis: Al-Ustadz Saifuddin Zuhri, Lc.
Syariah, Khutbah, 01 - Oktober - 2007, 10:04:29
إِنَّ الْحَمْدَ لِلهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ
وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ
أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ
فَلاَ هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ
شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمَّدٍ
وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ
الدِّيْنِ، أَمَّا بَعْدُ:
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah
Marilah kita senantiasa menjaga dan meningkatkan ketakwaan kita kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala. Yaitu dengan mempelajari dan mengamalkan
serta berpegang teguh di atas syariat-Nya. Karena di dalamnya ada
cahaya dan petunjuk yang demikian mencukupi untuk membimbing dan
mengatur seluruh sisi kehidupan kita. Mulai dari urusan rumah tangga
hingga ketatanegaraan. Sehingga selama seseorang itu mengikuti petunjuk
dan aturan-Nya pasti dia akan selamat di dunia dan akhirat. Karena
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berjanji bagi orang yang mengikuti
petunjuk-Nya di dalam firman-Nya:
فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلاَ يَضِلُّ وَلاَ يَشْقَى
“Barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya ia tidak akan tersesat dan tidak akan celaka.” (Thaha: 123)
Maka barangsiapa yang tidak merasa cukup dengan petunjuk Allah
Subhanahu wa Ta’ala sehingga menyelisihinya, pasti dia akan rugi dan
celaka. Meskipun orang melihatnya hidup dengan penuh kemewahan dan
serba ada. Namun sesungguhnya dia tidak merasakan kelapangan dan
ketenangan di dalam jiwanya. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala telah
mengancam bagi orang-orang yang menyelisihi petunjuk-Nya di dalam
firman-Nya:
وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيْشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى
“Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya
baginya kehidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari
kiamat dalam keadaan buta.” (Thaha: 124)
Hadirin rahimakumullah
Seorang muslim yang hakiki tidak akan ridha untuk meninggalkan petunjuk
Allah Subhanahu wa Ta’ala. Meskipun ditawarkan kepadanya dunia
seisinya. Dia akan tetap berpegang teguh di atas syariat-Nya meskipun
cobaan dan ujian menimpa dirinya. Karena dia mengetahui bahwa kehidupan
yang sesungguhnya bukanlah di dunia dan apa yang dimilikinya berupa
kenikmatan dunia baik berupa harta, kedudukan, dan yang semisalnya,
pasti akan sirna. Sehingga yang senantiasa diinginkan oleh dirinya
adalah meraih kecintaan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan diampuni seluruh
dosanya serta mendapatkan hidayah dan curahan rahmat-Nya. Oleh karena
itu, dia berusaha untuk mengikuti jalan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam, yaitu dengan menaatinya dan tidak menyelisihinya. Karena
itulah satu-satunya jalan yang harus ditempuh agar dirinya dicintai dan
dirahmati serta diberi hidayah oleh Yang Maha Kuasa. Hal ini
sebagaimana tersebut dalam firman-Nya:
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللهَ فَاتَّبِعُوْنِي يُحْبِبْكُمُ اللهُ
وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَاللهُ غَفُوْرٌ رَحِيْمٌ. قُلْ
أَطِيْعُوا اللهَ وَالرَّسُوْلَ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّ اللهَ لاَ
يُحِبُّ الْكَافِرِيْنَ
“Katakanlah (wahai Muhammad): ‘Jika kalian (benar-benar) mencintai
Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mengasihi dan mengampuni
dosa-dosa kalian.’ Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Katakanlah: ‘Taatilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka
sesungguhnya Allah tidak mencintai orang-orang kafir’.” (Ali ‘Imran:
31-32)
Maka di dalam ayat tersebut Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan bahwa
menaati Rasul-Nya adalah konsekuensi dan bukti dari cintanya kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala, sementara menyelisihinya adalah tanda
kekufuran dirinya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala juga memberitakan di dalam Al-Qur`an
bahwa barangsiapa menaati Rasul-Nya akan memperoleh hidayah-Nya.
Sebagaimana dalam firman-Nya:
وَإِنْ تُطِيْعُوْهُ تَهْتَدُوا
“Dan jika kalian menaatinya, niscaya kalian akan mendapat hidayah/petunjuk.” (An-Nur: 54)
Begitupula Allah Subhanahu wa Ta'ala beritakan bahwa taat kepada Rasul
adalah sebab yang akan mengantarkan kita untuk mendapatkan rahmat-Nya.
Sebagaimana dalam firman-Nya:
وَأَطِيْعُوا اللهَ وَالرَّسُوْلَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ
“Dan taatilah Allah dan Rasul, supaya kalian diberi rahmat.” (Ali ‘Imran: 132)
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Oleh karena itu, seorang muslim akan mengikuti jalan Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan akan meninggalkan seluruh ajaran yang
menyimpang dari ajarannya Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia tidak akan
terburu-buru dalam meyakini dan mengamalkan suatu ajaran dalam
beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, baik yang berupa ucapan
maupun amalan anggota badan. Akan tetapi dia akan menimbang terlebih
dahulu seluruh ucapan dan amalan ibadahnya dengan amalan dan ucapan
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Apabila sesuai maka diterima,
namun apabila bertentangan maka dia akan menolak, dari manapun
datangnya. Karena beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa yang mengamalkan amalan yang tidak ada syariatnya dari
kami maka amalan tersebut ditolak.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullahu mengatakan:
لَقَدْ أَجْمَعَ النَّاسُ عَلَى أَنَّ مَنْ تَبَيَّنَ لَهُ سُنَّةُ
رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ يَجُوْزُ لَهُ أَنْ
يَدَعَهَا لِقَوْلِ أَحَدٍ
“Para ulama telah sepakat bahwasanya barangsiapa yang telah jelas
baginya jalan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak boleh
baginya untuk meninggalkannya karena ucapan siapapun.”
Hadirin rahimakumullah,
Ketahuilah bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah
mengingatkan umatnya agar jangan sampai terjatuh pada perbuatan bid’ah,
yaitu mengada-adakan amalan ibadah baru yang tidak ada syariatnya. Hal
ini sebagaimana tersebut di dalam sabdanya Shallallahu ‘alaihi wa
sallam:
وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ اْلأُمُوْرِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
“Hati-hatilah kalian dari terjatuh kepada amalan-amalan ibadah baru
yang diada-adakan, karena setiap amalan tersebut adalah bid’ah dan
setiap bid’ah adalah sesat.” (HR. Ahmad dan yang lainnya, dishahihkan
oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu)
Bahkan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan bahwa perbuatan
mengada-adakan amalan ibadah baru yang tidak ada syariatnya adalah
sejelek-jelek amalan. Sebagaimana tersebut dalam haditsnya:
وَشَرَّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا
“Dan sejelek-jelek amalan adalah amalan ibadah yang diada-adakan (yang
tidak ada tuntunannya dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
Al-Khulafa` Ar-Rasyidin).” (HR. Muslim)
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Para ulama telah menjelaskan di dalam kitab-kitab mereka tentang maksud
dari amalan bid’ah. Di antaranya disebutkan bahwa bid’ah adalah aturan
yang diada-adakan dalam beragama yang menandingi syariat dan
dimaksudkan dengan mengikuti aturan tersebut untuk beribadah kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan bid’ah itu bermacam-macam jenisnya. Ada
yang berupa amalan ibadah baru yang sama sekali tidak pernah
dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
Al-Khulafa` Ar-Rasyidin. Seperti mengadakan acara perayaaan dan
peringatan hari kelahiran atau hari kematian seseorang. Ataupun dengan
mengubah tata cara ibadah yang telah disyariatkan. Seperti berdzikir
secara berjamaah dengan dipimpin oleh seorang imam setelah selesai dari
shalat berjamaah.
Hadirin rahimakumullah,
Seluruh jenis bid’ah dengan berbagai macamnya adalah sesat, sebagaimana tersebut dalam sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
“Dan setiap bid’ah adalah sesat.” (HR. Ahmad dan yang lainnya, dishahihkan Al-Albani rahimahullahu)
Begitu pula dikatakan oleh Abdullah ibnu ‘Umar radhiyallahu 'anhuma:
كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَإِنْ رَآهَا النَّاسُ حَسَنَةً
“Setiap bid’ah adalah sesat meskipun orang-orang menganggapnya baik.”
Maka tidak benar kalau dikatakan ada bid’ah yang baik atau hasanah.
Akan tetapi yang ada adalah sunnah yang hasanah, bukan bid’ah hasanah.
Yaitu melakukan amal ibadah yang disyariatkan dan kemudian dicontoh
serta diikuti oleh yang lainnya. Adapun mendekatkan diri kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala dengan amal ibadah yang dibuat sendiri atau dibuat
oleh gurunya, hal tersebut adalah amalan bid’ah dan tidak ada baiknya
sama sekali. Karena seluruh amalan bid’ah adalah keluar dari petunjuk
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Meskipun kadar kesesatannya
dan kejelekannya berbeda-beda.
Akhirnya, marilah kita senantiasa mengikuti wasiat Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam untuk berpegang teguh di atas jalannya. Begitupula
wasiat beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk berhati-hati terhadap
kerusakan yang sangat berbahaya, yaitu bid’ah serta orang-orang yang
mengajaknya. Karena hal itu akan menjauhkan kita dari agama yang mulia.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ
وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ.
أَقُوْلُ مَا تَسْمَعُوْنَ وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ
وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ
إِنَّهُ هُوَ اْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
Khutbah Kedua
الْحَمْدُ لِلهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ أَمَرَنَا بِاتِّبَاعِ صِرَاطِهِ
الْمُسْتَقِيْمِ وَنَهَانَا عَنِ اتِّبَاعِ سُبُلِ أَصْحَابِ الْجَحِيْمِ
وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ،
الْمَلِكُ الْبَرُّ الرَّحِيْمُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ بَلَّغَ اْلبَلاَغَ الْمُبِيْنَ، وَقَالَ: عَلَيْكُمْ
بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ الَّذِيْنَ تَلَقَّوْا عَنْهُ الدِّيْنَ
وَبَلَّغُوْهُ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى
يَوْمِ الدِّيْنِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا، أَمَّا بَعْدُ:
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Marilah kita berusaha untuk selalu menjaga diri-diri kita dari adzab
Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan bertakwa kepada-Nya. Yaitu dengan
senantiasa mengikuti ajaran yang dibawa oleh Rasul-Nya Shallallahu
‘alaihi wa sallam dan tidak menyelisihinya. Karena Allah Subhanahu wa
Ta’ala telah mengancam orang-orang yang menyelisihi jalan rasul-Nya
dengan ancaman yang keras. Sebagaimana hal ini tersebut di dalam
firman-Nya:
فَلْيَحْذَرِ الَّذِيْنَ يُخَالِفُوْنَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيْبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيْبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيْمٌ
“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa fitnah atau ditimpa adzab yang pedih.” (An-Nur: 50)
Hadirin rahimakumullah,
Ketahuilah bahwa bid’ah adalah bentuk penyelisihan paling besar dari
jalan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah perbuatan
syirik. Hal ini karena perbuatan bid’ah akan memecah-belah kaum
muslimin serta menyeret pelakunya pada kerusakan agama dan hatinya.
Perbuatan bid’ah akan menjadikan hati pelakunya menjadi benci kepada
As-Sunnah. Karena, hati tidak akan menerima Sunnah Rasul jika sudah
ditempati oleh bid’ah. Oleh karena itu, kita dapati orang yang
melakukan atau bergelut dengan bid’ah serta menghidupkannya adalah
orang yang jauh dari Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Setan
akan menghiasi amalan bid’ah sehingga akan menjadi sangat mudah bagi
orang yang tertipu untuk mengamalkannya meskipun harus mengeluarkan
banyak biaya dan menyita sebagian besar waktunya. Dan bid’ah akan
menyeret pelakunya menjadi orang yang sombong untuk menerima kebenaran.
Hal itu karena setiap pelaku bid’ah akan membanggakan dirinya dan
menganggap cara serta amalannya adalah yang paling baik.
Hadirin rahimakumullah,
Ketahuilah, bahwa termasuk dari amalan bid’ah yang dilakukan oleh
sebagian kaum muslimin adalah mengkhususkan pertengahan bulan Sya’ban
atau yang dikenal dengan istilah Nishfu Sya’ban dengan shalat malam
secara berjamaah.
Al-Imam An-Nawawi rahimahullahu berkata dalam kitabnya Al-Majmu’:
“Shalat yang dikenal dengan istilah shalat Ar-Ragha`ib yaitu shalat 12
rakaat yang dilakukan antara Maghrib dan ‘Isya pada malam Jum’at
pertama di bulan Rajab dan shalat pada malam Nishfu Sya’ban sebanyak
seratus rakaat, keduanya adalah amalan bid’ah dan mungkar. Janganlah
tertipu karena disebutkannya dua jenis shalat ini dalam kitab Qutul
Qulub dan Ihya` ‘Ulumuddin. Dan jangan pula tertipu dengan
hadits-hadits yang tersebut di dalam dua kitab tadi. Karena
sesungguhnya semua itu batil.”
Berkata pula Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullahu:
“Hadits-hadits yang menyebutkan keutamaan malam Nishfu Sya’ban adalah
hadits-hadits yang dha’if. Tidak boleh dijadikan sebagai pegangan.
Sementara hadits-hadits yang menyebutkan tentang keutamaan shalat pada
malam Nishfu Sya’ban semuanya adalah hadits palsu, sebagaimana telah
diingatkan oleh banyak ulama.”
Maka tidak boleh bagi kaum muslimin untuk mengkhususkan serta
mengistimewakan pertengahan bulan ini daripada hari-hari lainnya di
bulan tersebut. Karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
Al-Khulafa` Ar-Rasyidin tidak pernah melakukannya. Begitu pula tidak
boleh bagi kaum muslimin untuk mendukung dan membantu pelaksanaannya.
Karena hal itu sama saja dengan menghancurkan agama saudaranya. Bukan
berarti tidak diperbolehkan bagi seseorang untuk shalat malam pada hari
tersebut. Akan tetapi mengistimewakan hari dan malam tersebut dari
hari-hari lainnya di bulan Sya’ban untuk shalat atau ibadah lainnya
bukanlah ajaran yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam.
Akhirnya marilah kita senantiasa berhati-hati dari jalan-jalan yang
menyimpang dari jalan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena
jalan yang ditempuh oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
orang-orang yang terbaik di umat ini baik dari kalangan sahabat,
tabi'in, dan yang mengikuti mereka adalah satu-satunya jalan yang benar.
اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمَّدٍ
وَعَلَى آلِهِ وَ أَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. اللَّهُمَّ أَعِزَّ
اْلإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ.
وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ، وَانْصُرْ عِبَادَكَ الْمُوَحِّدِيْنَ.
اللَّهُمَّ أَصْلِحْ أَحْوَالَ الْمُسْلِمِيْنَ في كُلِ مَكَانٍ.
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ والْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ
وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّهُ سَمِيْعٌ
مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي
اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ
العِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ
لِلهِ ربِّ الْعَالَمِيْنَ.